SIGER
(Siger, sigokh) adalah mahkota pengantin wanita Lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas dan biasanya memiliki cabang atau lekuk berjumlah sembilan atau tujuh. Siger adalah benda yang sangat umum di Lampung dan merupakan simbol khas daerah ini. Siger dibuat dari lempengan tembaga, kuningan,atau logam lain yang dicat dengan warna emas. Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya. Pada zaman dahulu, siger dibuat dari emas asli dan dipakai oleh wanita Lampung tidak hanya sebagai mahkota pengantin, melainkan sebagai benda perhiasan yang dipakai sehari-hari.
Jeni-jenis Siger
Siger Saibatin
Siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiliki makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukum/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.
Sedangkan bentuknya, siger saibatin sangat mirip dengan Rumah Gadang Kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak (Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada masa masuknya Islam di daerah Lampung pada masa kerajaan di tanah sekala bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu Ngegalang Paksi. Selain itu banyak kesamaan antara adat saibatin dengan adat pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak kemiripan.
Siger Pepadun
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi.
Ini dapat dilihat dari Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego.
Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru mirip dengan buah sekala. Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan), Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Masyarakat, Minak Demang Lancar atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
Siger Tuha
Siger tuha (tua), merupakan siger yang digunakan pada zaman animisme hindu-budha. Siger ini masih dapat dijumpai karena masih ada yang menyimpannya khususnya pada kesultanan paksi pak sekala bekhak. Pada zaman dahulu siger tidak memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, dan yang boleh menggunakan hanya keturunan saibatin(bangsawan) saja atau sama dengan mahkota pada raja-raja saja. Pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah sekala dengan hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya siger itu menggambarkan tentang sekala.
0 comments:
Post a Comment